PRO TALK SERIES #05 – PARADIGMA KOTA DAN ARSITEKTUR DI MASA DEPAN “Lingkungan Binaan yang Humanis dari Perspektif Rancang Kota”

Protalk Series kini hadir lagi untuk ke-5 kali nya dengan mengangkat tema Paradigma Kota dan Arsitektur di Masa Depan “Lingkungan Binaan yang Humanis dari Perspektif Rancang Kota”. Acara yang didukung oleh Propan ini diselenggarakan pada Rabu 23 Maret 2022 dengan format daring. Protalk ini merupakan platform yang mewadahi diskusi lintas asosiasi profesi yaitu dari IAI, IAP, IARKI, IALI dan GBCI. Menggandeng 3 pembicara yang menggeluti di bidang Rancang Kota yang sudah tidak asing lagi yaitu Wicaksono Sarosa, Ikaputra dan Monique Suksmaningsih serta di moderatori oleh Yualianti Tanyadji, selama 2,5 jam acara ini mampu mendapatkan antusias yang tinggi dari pesertanya. Dibuka dengan sambutan dari Sibarani Sofian, ketua IARKI yang baru saja terpilih untuk periode 2022 – 2025, dengan harapan “Semoga dari paparan ini kita bisa mendapatkan suatu pandangan yang lebih baik dan lengkap tentang bagaimana kita (5 asosiasi profesi) ini bisa berkencimpung dan saling mengambil ruang dan peran dimana masing-masing mempunyai skala dan ruang geraknya.”

 

 

Narasumber ke-1

Melalui tema yang diusung oleh Wicaksono Sarosa, Lingkungan Binaan yang Humanis adalah kota atau lingkungan binaan yang menempatkan manusia sebagai komponen terpenting. Keuntungan ekonomi-finansial penting dalam suatu pengembangan kota, namun tidak boleh mengalahkan kebutuhan manusianya. Dalam konteks kota humanis, kota tidak boleh mementingkan kebutuhan suatu golongan saja tetapi harus mengakomodasi semuanya (leaving no one behind). Untuk menghadirkan kota baru yang humanis walaupun fokusnya pada perubahan fisik saja, perhatian pada perilaku dan aspek-aspek kebutuhan manusia serta aspek2 sosial dan lingkungan tetap menjadi poin penting. Salah satu kebutuhan manusia adalah ruang interaksi spasial dan juga sosial yang biasa ditemui pada ruang pedestrian dalam suatu kota. Proses perancangan kota dapat dimulai dengan membayangkan bagaimana pejalan kaki melihat kota dan bangunan-bangunan yang ada.

Ruang pedestrian harus dilihat sebagai ruang interaksi sosial dan menjadi bagian dari kota yang menyehatkan dan mengedukasi. Dengan begitu, ruang pedestrian mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kota dan lingkunan binaan yang humanis, baik sebagai komponen penting maupun sebagai bagian dari proses.

 

 

Narasumber ke-2

Mengusung tema Lingkungan Binaan yang Humanis dari Perspektif Rancang Kota, Ikaputra menjelaskan berbagai sudut pandang humanisme dalam berbagai konteks. Secara garis besar, humanisme adalah sistem pemikiran berdasarkan nilai-nilai dan kepentingan manusia. Dalam sejarah perkembangan kota, banyak sekali contoh yang menunjukkan hubungan antar ruang-waktu-manusia dengan alam dan kepercayaan tertentu menunjukkan bahwa perancangan kota tersebut membentuk sebuah kebiasaan atau pola pikir masyarakat. Hal yang menjadi sebuah tantangan untuk memulai perancangan sebuah kota adalah perlunya melihat tafsiran/interpretasi sesuai dengan lingkungan fisik perkotaannya (City as a Text) dan juga melihat kondisi eksisting sosio-budaya (City as a Living Space).

Sehingga pendekatan paling tepat adalah dengan melihat dan memahami konteks alam


 


eksisting juga keadaan sosio-budaya masyarakat sekitar yang bermukim sebelum memutuskan bentuk intervensi spasial yang dapat berkontribusi pada pengembalian kualitas alam dan kehidupan dalam kota itu sendiri.

 

 

 


Narasumber ke-3

Transforming lives and communities through Urban Design merupakan tema yang diangkat oleh pembicara ketiga yaitu Monique Suksmaningsih yang berafiliasi dengan Brodway Malyan, Singapura. Beberapa tantangan dalam perkotaan dipaparkan, yaitu terkait aging population, climate change, war for talent, housing needs, covid-19, digital transformations also food resilience sehingga peran perancangan kota penting untuk menanggapi tantangan-tantangan tersebut. Respon perancangan yang dilakukan yaitu dengan beberapa proyek yang sudah dikerjakannya, seperti pendekatan dengan perancangan Transit

Oriented Development yang diterapkan di Dar es Salaam, Tanzania, merevitalisasi kawasan pantai Kinabalu di Malaysia dengan pendekatan Nature Based Solution dan proyek-proyek lain yang tesebar di berbagai negara. Salah satu proyek yang menjadi highlight pada paparan Ibu Monique ini adalah proyek di Dolly, Surabaya yang dirancang sebagai transformasi kawasan menjadi distrik yang sehat tidak hanya fisiknya namun mendukung juga secara ekonomi. Dijelaskan, keterlibatan dan peran aktif masyarakat Kampung Dolly yang juga merangkul kaum perempuan menjadi penting untuk mewujudkan persepsi yang mereka inginkan. Disini, peran perancangan kota mewadahi kebutuhan dan keinginan masyarakatnya dengan pendekatan sosial untuk menciptakan solusi kawasan untuk bisa ditinggali dengan sehat juga sustainable yang kemudian dituangkan dalam desain secara fisik.